ALFA NTB Minta Dinas LH Provinsi NTB Tingkatkan Pengawasan Terhadap Perusahaan Pengelola Limbah

    ALFA NTB Minta Dinas LH Provinsi NTB Tingkatkan Pengawasan Terhadap Perusahaan Pengelola Limbah

    Mataram NTB - Limbah B3 merupakan bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak bisa lagi digunakan, limbah ini biasanya berasal dari sisa kemasan, tumpahan, sisa proses penambangan, termasuk juga oli bekas kapal. Limbah B3 ini memerlukan penanganan dan pengolahan khusus yang harus sesuai dengan SOP nya.

    Oli Bekas Kapal adalah termasuk dalam limbah B3 yang harus mendapat perlakuan (penanganan dan pengolahan) khusus agar dampak negatif dari limbah oli ini tidak mencemari lingkungan. Beberapa element masyarakat mempertanyakan kinerja pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi NTB tentang limbah oli bekas kapal yang ada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

    Herman Direktur ALPA NTB

    ( Aliansi Pemuda dan Aktifis Nusa Tenggara Barat) kepada awak media, Senin (27/05/3024) mengatakan, Berdasarkan informasi yang kami peroleh bahwa untuk di wilayah Prov. NTB terdapat 3 perusahaan pengangkut limbah B3 khusus untuk oli bekas yang terdata pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. NTB, yaitu PT. Peduli Lingkungan Lestari, PT. Wahyu Nusantara Indah Putra, dan PT. Anugrah Mandiri Jaya Energi. 

    Tapi sekarang ini dilapangan pihaknya menemukan beberapa perusahaan pengangkut oli bekas diluar ketiga perusahaan yang sudah terdata dan terdaftar tadi yang beroperasi dan beraktifitas di Prov. NTB. 

    “Kami menduga perusahaan pengangkut Oli Bekas tersebut tidak memiliki izin operasional dan tidak terdata pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. NTB. Salah satu perusahaan itu adalah PT. Lemba Energi Semesta yang infonya berasal dari Bali, " jelasnya. 

    Menurut Herman, Ada indikasi bahwa PT. Lemba Energi Semesta tidak terdata pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. NTB dan perusahaan tersebut juga tidak memiliki kantor perwakilan tetap di Prov. NTB tapi dengan bebas beraktifitas menampung dan mengambil Oli Bekas dari bengkel – bengkel.

     “Perusahaan tersebut bebas melakukan aktifitasnya di wilayah Prov. NTB tanpa mendapat teguran atau sangsi dari Dinas / Instansi terkait padahal perusahaan tersebut di indikasikan belum terdata di Prov. NTB lalu dimana fungsi pengawasan yang di emban Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. NTB selaku fungsi pengawas” Tambah Herman.

    Dalam penanganan oli bekas tidak sesederhana yang dipikirkan masyarakat banyak, ada syarat-syarat khusus/tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak penampung oli bekas. Mulai dari izin usahanya yang dikeluarkan oleh Kementerian dan Lingkungan Hidup, tempat penampungan oli bekasnya yang harus sesuai dengan standar prosedur (SOP) yang benar tidak hanya menggunakan tempat yang sederhana. Kemudian lokasi tempat penampungannya yang harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Karena Limbah oli jika terbuang ke tanah dapat membuat kemampuan tanah dalam menyerap air akan menurun sehingga menyebabkan terjadinya degradasi tanah. 

    Selain itu kendaraan pengampas (yang mengambil oli bekas ke pihak penghasil limbah oli bekas/bengkel-bengkel) harus memiliki izin angkut resmi dan tanda-tanda pengenal khusus/atribut khusus sebagai mobil pengangkut limbah oli bekas yang termasuk dalam limbah B3, begitu juga dengan supirnya yang harus memiliki sertifikasi/klasifikasi khusus yang diperoleh melalui pelatihan - pelatihan sehingga mereka mengerti apa yang akan dilakukan apabila terjadi permasalahan di jalan.

    Berdasarkan aturan dari Kementrian kehutanan dan Lingkungan Hidup bahwa pihak yang mengambil limbah oli bekas seharusnya memberikan invoice/pemberitahuan ke pihak penghasil oli bekas bahwa limbah oli bekasnya sudah diangkut oleh perusahaannya tersebut untuk kemudian di kumpulkan ke pihak pengumpul, karena nantinya pehak pengumpul akan memberikan laporan jumlah hasil pengumpulan oli bekas mereka ke pihak Kementrian terkait asal oli bekas dan jumlah limbah oli bekas yang dihasilkan. 

    Namun pada kenyataannya hal ini sangat jarang dilakukan bahkan sebagian besar tidak pernah dilakukan oleh oknum-oknum pengampas. Bahkan kebanyakan para oknum pengampas oli bekas tersebut bermain curang/nakal dengan menjual oli bekas yang sudah mereka ambil kepada pihak-pihak/ perusahaan-perusahaan yang memakai oli bekas sebagai bahan bakar untuk menjalankan produksi mereka karena akan dihargai cukup tinggi dari pada harus dibawa ke pihak pengumpul. Seperti misalnya dijual pada perusahaan aspal (sebagai bahan bakar pemanas aspal). 

    “Kami meminta agar pihak Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. NTB dapat dengan segera menjalankan pengawasan dengan baik sesuai dengan tupoksinya, bila perlu membentuk satgas dengan melibatkan unsur-unsur terkait maupun para stakeholder lain untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran dan pencemaran lingkungan akibat dari pengelolaan limbah oli bekas yang tidak sesuai prosedur serta mendukung pihak APH untuk melakukan penindakan atau penegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan pengumpul limbah oli nakal yang terindikasi sudah melanggar aturan/undang-undang Lingkungan Hidup” tutup Herman. (Adb) 

    ntb
    Syafruddin Adi

    Syafruddin Adi

    Artikel Sebelumnya

    WWF di Bali Sukses dan Aman, Polri Ucapkan...

    Artikel Berikutnya

    Ketum KAMMI Terpilih Apresiasi KAMMI NTB...

    Komentar

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Koperasi Nasional, Dari Desa untuk Indonesia yang Lebih Berdikari
    Hendri Kampai: Saatnya Nikel Bicara! Mimpi Indonesia Menjadi Raja Komponen Kendaraan Listrik
    Jadikan 'Maung' Kendaraan Dinas Nasional, Presiden Prabowo Tunjukkan Konsistensi Cinta Produk Dalam Negeri
    Milenial Cyber Media Segera Luncurkan Platform Digital untuk Anak Muda
    Kasus Penggelapan Dana PWI, Mantan Sekjen Penuhi Panggilan Penyidik

    Tags